Kupang, NTT (ANTARA) - Dinas Pariwisata Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), memberikan pelatihan kriya berbasis rajutan kombinasi tenun tradisional kepada 25 peserta perempuan sebagai upaya mendukung pengembangan ekonomi kreatif (ekraf).
“Kegiatan di bidang kerajinan tangan ini sebagai upaya pemberdayaan kaum perempuan sekaligus peningkatan pengembangan ekraf berbasis potensi lokal,” kata Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kota Kupang Josefina MD Gheta, di Kupang, Jumat.
Ia menyebutkan para peserta belajar memanfaatkan perca atau potongan kain sisa tenun untuk dikombinasikan ke dalam rajutan sehingga menjadi cenderamata yang punya nilai budaya dan ekonomis.
“Ke depan kita akan mendorong produk-produk yang telah dihasilkan untuk dipasarkan dalam bazar UMKM SABOAK agar peserta semakin termotivasi,” katanya.
Karena itu, ia berharap para peserta mampu menimba ilmu yang didapat dari pelatihan selama 19-20 Juni 2025, agar bisa dipraktikkan seterusnya demi membuka ruang alternatif ekraf di Kota Kupang.
Pelatihan ini diikuti oleh sebanyak 25 peserta yang terdiri dari sebelas ibu rumah tangga, delapan generasi muda Gen Z dan milenial, dan enam pelaku usaha ekonomi kreatif yang ada di Kota Kupang.
“Khusus para ibu rumah tangga dan kaum muda ini kita dorong agar bisa turut berkarya di bidang ekraf,” tambah Kadis Josefina.
Dalam pelatihan ini, setelah mendapat pemaparan teori, para peserta langsung belajar membuat suvenir dalam enam produk rajutan, yaitu gelang, gantungan kunci, bros, kalung, bandana, dan tas Hp.
Para peserta didampingi oleh dua instruktur pelatihan kriya rajutan yaitu Fabyolla Ratu Nitte pemilik ENT Handycraft dan Emiliana Layutobin selaku pemilik UKM Lati.
“Harapan kami tentu kegiatan ini bisa terus berkelanjutan, bisa bermanfaat bagi para peserta dan lingkungannya,” kata Fabyolla Ratu Nitte selaku instruktur.
Ia menilai kegiatan ini memotivasi perempuan-perempuan yang ada di rumah untuk bisa berdaya dalam membantu ekonomi keluarga dan menumbuhkan rasa percaya diri dari hasil karyanya sendiri.
“Produk yang kami hasilkan ini dibuat oleh tangan sendiri bukan pabrikan dan bernilai budaya NTT, karena itu, kami juga berharap adanya apresiasi dari pemerintah serta masyarakat luas,” katanya.