Kupang (ANTARA) - Bupati Flores Timur (Flotim) Antonius Doni Dihen menyatakan lahan untuk pembangunan hunian tetap bagi warga yang mengungsi akibat erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki, cukup tersedia.
"Luasnya sekitar 100 hektare dan sekiranya lahan sudah cukup tersedia," kata Antonius usai menghadiri rapat koordinasi penanganan darurat bencana di wilayah Provinsi NTT, yang digelar di Kupang, Kamis.
Rapat koordinasi penanganan darurat bencana yang lebih fokus pada erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki itu dipimpin oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto yang dihadiri sejumlah perwakilan kementerian terkait, dan Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena.
Antonius mengatakan pada lahan tersebut akan dibangun sekitar 1.000 unit rumah sebagai hunian tetap bagi para pengungsi akibat erupsi Gunung Lewotobi.
"Kita bangun 1.000 unit, nanti kan ada yang memilih mandiri (cari rumah sendiri). Yang sudah ditangani 450 sampai 500 KK, tambah yang lain sekiranya untuk lahan sudah cukup," ujarnya.
Versi BNPB, saat ini jumlah pengungsi yang masih berada di pos lapangan (poslap) Kecamatan Titehena, terdata sebanyak 411 KK atau 1.338 jiwa. Terdiri dari 192 KK (659 jiwa) di poslap Konga, 40 KK (126 jiwa) di poslap Kobasoma, 130 KK (389 jiwa) di poslap Bokang, dan 49 KK (164 jiwa) di poslap Lewolaga.
Sementara itu, jumlah pengungsi mandiri terdata sebanyak 754 KK atau 2.771 jiwa, yang menyebar di Kecamatan Wulanggilang, Larantuka, Ile Bura, Ile Mandiri, Titehena, Lewolema, Demon Pagong, Pulau Adonara, Tanjung Bunga dan Pulau Solor.
Sejauh ini, kolaborasi pemerintah pusat, provinsi dan Kabupaten Flores Timur dalam penanganan pengungsi yakni menyediakan hunian sementara (huntara) dan sudah tersedia dua unit.
Huntara yang dibangun dalam dua tahap itu mencapai 90 kopel atau 450 unit rumah dan sudah dihuni sebanyak 450 KK, yang menyebar di Desa Dulipali (114 unit), Nawokote (101 unit), Klatanlo (86 unit) dan Desa Boru 149 unit.
Huntara tersebut telah didukung fasilitas sumur bor dan instalasi listrik.
Namun, relokasi warga dari permukiman yang berada dalam radius hingga tujuh kilometer yang mencakup enam desa itu menjadi pilihan wajib mengingat status aktivitas vulkanik Gunung Lewotobi Laki-laki terus bervariasi, namun tidak pernah turun dari level 2 semenjak erupsi terjadi pada enam bulan lalu.
Bahkan, sejak 18 Mei 2025 sudah naik ke level IV (Awas) karena aktivitas magmatik masih berlangsung.
Bupati Flotim periode 2025-2030 ini mengakui untuk membangunn hunian tetap bagi para pengungsi akibat Gunung Lewotobi Laki-laki itu kini tidak lagi terkendala daya dukung infrastruktur jalan.
"Kekhawatiran pemda itu kemarin-kemarin kan jalan masuk (ke hunian), tarik ulur karena hari ini mau kasih, besok lain lagi, dari warga yang punya tanah. Sekarang cari jalan yang lebih panjang, sebelumnya 2,7 kilometer, sekarang 7,9 kilometer, tapi kita benar-benar bersyukur karena 7,9 kilometer itu disetujui jalan masuk ke Nobo Leto tempat hunian tetap akan dibangun," tuturnya.
"Selama ini, kesulitan mau bangun gimana, jalan masuk masyarakat masih persoalkan, tapi sekarang sudah ok lewat jalur lain, dan masyarakat terkait pun juga sudah ok," sambungnya.
Ia memperkirakan pembangunan hunian tetap akan dilaksanakan dalam dua tahun anggaran dan akan segera dimulai pada tahun ini.
"Secepatnya 8 bulan hingga 2 tahun, yang penting selang waktu dua tahun ini sudah selesai, setahun ke depan, sebagian relatif sudah selesai lah," ujarnya.
Untuk penanganan jangka pendek, menurut dia, distribusi logistik ke huntara dan poslap harus dipastikan tidak ada kekurangan.
"Sejauh ini, secara umum distibusi logistik tidak masalah, dan BNPB dalam koordinasi dengan pemda mereka support penuh. Jadi masalah dikit-dikit itu data tidak lengkap, tapi secara umum logistik tidak masalah," ujarnya.