Jakarta (ANTARA) - Setelah lebih dari satu dekade diwarnai ambisi besar, belanja mahal, dan kegagalan menyakitkan, Paris Saint-Germain (PSG) akhirnya meraih trofi Liga Champions pertama dalam sejarah klub seusai menang telak 5-0 atas Inter Milan di partai final yang digelar di Munich, akhir pekan lalu.
Kemenangan besar itu juga menjadikan PSG sebagai klub Prancis kedua yang mampu mengangkat Si Kuping Besar, setelah Marseille melakukannya tiga dekade silam.
Trofi Si Kuping Besar menjadi puncak perjalanan panjang sejak Qatar Sports Investments yang mengambil alih PSG pada 2011. Pada 14 tahun lalu, peringkat klub ini di Eropa, menurut data EloFootball, berada di urutan ke-90.
Di dalam negeri, PSG baru saja finis keempat di Liga Prancis atau Ligue 1 dan tersingkir di babak 16 besar Liga Europa.
Bagi banyak orang, PSG saat itu tak jauh beda dari Werder Bremen atau Stuttgart yang punya sejarah lokal, namun minim prestasi Eropa.
Namun, QSI datang dengan ambisi besar. Mereka mulai menggelontorkan pundi-pundi uang yang hampir tanpa batas, merekrut pelatih elit, membentuk skuad bertabur nama besar, dan mengubah wajah PSG menjadi simbol modernisasi dan globalisasi sepak bola.
Berikut catatan musim demi musim perjalanan PSG menuju puncak Eropa:
2011–2012
Pelatih: Antoine Kombouare, digantikan Carlo Ancelotti
Ligue 1: Peringkat 2
Eropa: Tersingkir di fase grup Liga Europa
Rencana awal Paris Saint-Germain (PSG) tampak sederhana: menggelontorkan dana besar untuk belanja pemain dan merekrut pelatih berkelas dunia. Langkah pertama dimulai dengan mendatangkan gelandang Javier Pastore dari Palermo senilai 42 juta euro, disusul transfer Thiago Motta dari Inter Milan pada Januari.
Klub kemudian menunjuk Carlo Ancelotti sebagai pelatih setelah performa domestik menurun dan tersingkir di fase grup Liga Europa. Di bawah asuhan Ancelotti, PSG hanya menelan dua kekalahan dari 23 laga terakhir Ligue 1 dan mengakhiri musim dengan selisih tiga poin dari juara kejutan, Montpellier. Arah perubahan klub pun mulai terlihat jelas.
2012–2013
Pelatih: Carlo Ancelotti
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Perempat final (kalah dari Barcelona lewat gol tandang, 3-3)
Kekuatan bintang PSG meningkat signifikan pada musim kedua proyek ambisius mereka. Pada musim panas 2012, klub ibu kota Prancis ini merekrut sejumlah nama besar, termasuk Zlatan Ibrahimovic dan Thiago Silva dari AC Milan, Ezequiel Lavezzi dari Napoli, serta gelandang muda berbakat Marco Verratti. Pada bursa transfer Januari, PSG kembali menambah kedalaman skuad dengan mendatangkan pemain veteran David Beckham (37 tahun) dan talenta muda asal Brasil, Lucas Moura (20 tahun).
Hasilnya, PSG menjuarai Ligue 1 dengan keunggulan 12 poin dan hanya sekali kalah dalam 10 pertandingan Liga Champions. Meski pernah meraih gelar Ligue 1 pada 1986 dan Piala Winners UEFA pada 1996, musim ini tercatat sebagai pencapaian terbaik sepanjang sejarah klub. Keberhasilan tersebut pun membuat pelatih Carlo Ancelotti dilirik dan akhirnya bergabung dengan Real Madrid pada akhir musim.
2013–2014
Pelatih: Laurent Blanc
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Perempat final (kalah dari Chelsea lewat gol tandang, 3-3)
Setelah kepergian Carlo Ancelotti ke Real Madrid, manajemen menunjuk mantan pelatih tim nasional Prancis Laurent Blanc sebagai nahkoda baru. Dua bintang Serie A didatangkan, yakni Edinson Cavani dari Napoli dan bek muda berusia 19 tahun Marquinhos dari AS Roma.
Duet Cavani dan Zlatan Ibrahimovic menjadi andalan di lini depan, mencetak total 42 gol di Ligue 1. PSG pun mencatat peningkatan performa dengan meraih 89 poin, enam poin lebih baik dari musim sebelumnya. Di Liga Champions, Les Parisiens menghajar Bayer Leverkusen dengan agregat 6-1 di babak 16 besar. Namun, mereka kembali gagal di perempat final. Meski menang 3-1 atas Chelsea di leg pertama, PSG gagal mempertahankan keunggulan dan harus tersingkir akibat gol telat Demba Ba yang membuat Chelsea unggul lewat aturan gol tandang.
2014–2015
Pelatih: Laurent Blanc
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Perempat final (kalah dari Barcelona agregat 5-1)
PSG hanya mendatangkan bek tengah Chelsea David Luiz. PSG menutup musim dengan menyapu bersih empat gelar domestik: Ligue 1, Coupe de France, Coupe de la Ligue, dan Trophee des Champions. Kendati demikian, langkah mereka di Liga Champions kembali terhenti di perempat final setelah disingkirkan Barcelona asuhan Luis Enrique, yang saat itu tampil luar biasa dan kemudian menjuarai kompetisi.
2015–2016
Pelatih: Laurent Blanc
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Perempat final (kalah dari Manchester City agregat 3-2)
PSG menambah kekuatan dari Liga Inggris dengan merekrut winger Manchester United, Angel Di Maria, yang tampil impresif dengan 18 assist, sebagian besar untuk Zlatan Ibrahimovic (38 gol) dan Edinson Cavani (19 gol), membawa PSG meraih 96 poin dan quadruple domestik.
Namun, kegagalan di perempat final Liga Champions untuk keempat musim beruntun membuat Presiden Klub Nasser Al-Khelaifi menyebut musim itu sebagai kegagalan. PSG pun berpisah dengan pelatih Laurent Blanc, disusul kepergian Ibrahimovic dan David Luiz.
2016–2017
Pelatih: Unai Emery
Ligue 1: Peringkat 2
Liga Champions: Babak 16 besar (kalah dari Barcelona, agregat 6-5)
Musim keenam era QSI menjadi titik balik penting bagi PSG. Edinson Cavani tampil tajam pasca kepergian Ibrahimovic, namun gelar Ligue 1 direbut AS Monaco yang tampil mengejutkan bersama Radamel Falcao, Bernardo Silva, dan remaja 17 tahun: Kylian Mbappe.
Di Liga Champions, PSG sempat mengguncang publik dengan kemenangan 4-0 atas Barcelona di leg pertama babak 16 besar. Namun segalanya runtuh saat terjadi La Remontada yang fenomenal di Camp Nou.
2017–2018
Pelatih: Unai Emery
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Babak 16 besar (kalah dari Real Madrid, agregat 5-2)
Kekalahan 1-6 dari Barcelona di leg kedua babak 16 besar Liga Champions 2016–2017 menjadi salah satu laga paling dramatis dalam sejarah sepak bola. PSG pun merespons dengan langkah ekstrem: membajak Neymar dari Barcelona seharga 222 juta euro dan merekrut Kylian Mbappe senilai 180 juta euro. Meski mendominasi Ligue 1 dan meraih quadruple domestik, mereka kembali gagal di Eropa usai disingkirkan Real Madrid. Hasil itu mengakhiri era Unai Emery di Paris.
2018–2019
Pelatih: Thomas Tuchel
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Babak 16 besar (kalah dari Manchester United lewat gol tandang, agregat 3-3)
Nama besar dan belanja jor-joran menjadikan PSG salah satu merek sepak bola paling glamor di dunia. Kemitraan dengan Air Jordan, pembukaan kantor di Asia dan Amerika, serta kehadiran selebritas kelas dunia di Parc des Princes menjadi bukti.
Namun di atas lapangan, PSG justru kerap jadi bahan olok-olok. Pada 2019, mereka tersingkir dramatis oleh Manchester United meski menang 2-0 di leg pertama. Musim itu, PSG juga gagal di Coupe de France dan Coupe de la Ligue.
2019–2020
Pelatih: Thomas Tuchel
Ligue 1: Juara (kompetisi dihentikan karena COVID-19)
Liga Champions: Finalis (kalah dari Bayern Munich 0-1)
PSG melepas talenta muda seperti Christopher Nkunku dan Moussa Diaby demi mendatangkan pemain berpengalaman semacam Idrissa Gueye dan Keylor Navas. Di musim kedua Thomas Tuchel, mereka tampil solid dan memimpin klasemen saat Liga Prancis dihentikan akibat pandemi. Di Liga Champions, PSG menembus final perdana mereka usai membalikkan keadaan kontra Dortmund dan Atalanta, namun takluk 0-1 dari Bayern Munich lewat gol eks pemain mereka, Kingsley Coman.
2020–2021
Pelatih: Thomas Tuchel, lalu Mauricio Pochettino
Ligue 1: Peringkat 2
Liga Champions: Semifinal (kalah dari Manchester City, agregat 4-1)
Kesuksesan mencapai final Liga Champions musim sebelumnya ternyata tidak cukup untuk memperpanjang masa kerja Thomas Tuchel. Awal musim 2020–2021 yang tidak konsisten, termasuk empat kekalahan di Ligue 1 dan dua kekalahan di fase grup Liga Champions, membuat Tuchel dipecat pada Desember.
PSG kemudian menunjuk Mauricio Pochettino yang langsung memberikan harapan karena berhasil menyingkirkan Barcelona dan juara bertahan Bayern Muenchen di fase gugur Liga Champions. Namun, mereka kembali gagal di semifinal dari Manchester City. Kegagalan itu menandai musim yang penuh pasang surut, sinyal keraguan muncul dari proyek besar PSG di level Eropa.
2021–2022
Pelatih: Mauricio Pochettino
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Babak 16 besar (kalah dari Real Madrid, agregat 3-2)
Musim panas 2021 menjadi momen transformasi besar bagi Paris Saint-Germain. Dalam jangka panjang, klub mendatangkan tiga pemain muda yang kelak menjadi pilar tim: Achraf Hakimi, Nuno Mendes, dan Gianluigi Donnarumma. Namun sorotan utama tertuju pada kedatangan Lionel Messi, yang direkrut secara gratis usai Barcelona tak mampu memperpanjang kontraknya akibat krisis keuangan.
PSG juga menambah pengalaman lewat perekrutan Sergio Ramos dan Georginio Wijnaldum. Meski Ligue 1 kembali dimenangkan dengan nyaman, kiprah di Liga Champions kembali kandas. Messi belum bisa tampil maksimal, Neymar absen cukup lama karena cedera, dan PSG tersingkir oleh Real Madrid lewat trigol Karim Benzema dalam kurun 17 menit.
2022–2023
Pelatih: Christophe Galtier
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Babak 16 besar (kalah dari Bayern Munich, agregat 3-0)
Meski PSG terus menambah pemain muda potensial seperti Vitinha dari FC Porto dan Warren Zaire-Emery dari akademi sendiri, musim 2022-2023 kembali memperlihatkan pola yang berulang. Pelatih baru Christophe Galtier menghadapi tantangan serupa dengan Mauricio Pochettino.
Trio Kylian Mbappe, Neymar, dan Lionel Messi memang produktif dengan total 58 gol dan 32 assist, namun tak satupun dari mereka punya etos menekan lawan dari lini depan, hal yang jadi krusial di sepak bola modern.
PSG memang kembali juara Ligue 1, tapi penampilan di Liga Champions tak menggembirakan. Gagal menjadi juara grup dan tersingkir tanpa perlawanan dari Bayern Munchen di babak 16 besar. Galtier pun didepak, Neymar hijrah ke Arab Saudi, dan Messi pindah ke MLS. Untuk sesaat, PSG seolah jadi milik Mbappe sepenuhnya.
2023–2024
Pelatih: Luis Enrique
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Semifinal (kalah dari Borussia Dortmund, agregat 2-0)
Musim panas 2023 menandai pergeseran strategi PSG. Setelah terlalu lama mengandalkan kekuatan belanja pemain bintang, manajemen klub mulai memulangkan talenta lokal. Nama-nama seperti Lucas Hernandez, Ousmane Dembele, Randal Kolo Muani, dan Bradley Barcola bergabung untuk membentuk kembali identitas Prancis di tubuh tim. Pelatih Luis Enrique juga didatangkan, membawa harapan akan revolusi taktik.
Meski belum mampu membuat Mbappe berkontribusi dalam tekanan tinggi, PSG menunjukkan perkembangan signifikan di paruh kedua musim. Mereka melakukan comeback dramatis atas Barcelona di perempat final Liga Champions, namun kandas secara mengejutkan di semifinal melawan Borussia Dortmund meski dominan secara statistik. Gelar domestik kembali digenggam, tetapi kegagalan Eropa dan kepergian Mbappe ke Real Madrid menutup musim dengan perasaan pahit.
2024–2025
Pelatih: Luis Enrique
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Juara (menang atas Inter Milan 5-0)
Trofi yang selama ini mereka incar akhirnya datang. Namun apa yang membuat musim ini berbeda?
Hengkangnya Mbappe membuat klub memperkuat rencana membangun tim muda dan solid di bawah arahan Luis Enrique. PSG merekrut sejumlah talenta muda seperti Desire Doue, Joao Neves, Willian Pacho, hingga Khvicha Kvaratskhelia. Meski sempat mengalami periode sulit dengan hasil minor di fase klasemen Liga Champions, momentum berbalik setelah kemenangan telak atas RB Salzburg. Perbaikan taktik Luis Enrique secara perlahan membuahkan hasil, terutama dalam hal pressing dan counterpressing yang menjadi kunci keberhasilan mereka.
PSG sempat mengandalkan bintang besar dan glamor dengan belanja besar-besaran, namun gelar tertinggi mereka baru diraih saat kehilangan para bintang utama dan belajar mengalahkan lawan lewat kedalaman skuad, energi tinggi, serta taktik modern.
Kedalaman skuad ini mirip tim Barcelona yang diasuh Luis Enrique di 2015-2016, yang saat itu dia juga mencapai treble seperti yang dilakukannya bersama PSG tahun ini.
Jika perlu perubahan untuk menjaga performa, Enrique punya banyak opsi. Meski Dembele, Hakimi, Vitinha, dan Kvaratskhelia bukan pemain tua, PSG kini dihuni banyak talenta muda menjanjikan. Pacho, Ramos, Barcola, Mendes, hingga Doue dan Warren Zaire-Emery masih berusia 19-23 tahun, sementara beberapa pemain bahkan baru remaja.
PSG membangun skuad termuda dan terdalam di dunia sepak bola. Tim ini bisa dibilang tiba lebih cepat dari perkiraan dan mungkin baru mencapai puncak dalam satu atau dua tahun ke depan.
Perjalanan PSG di Liga Champions musim ini sangat impresif. Setelah comeback dramatis melawan Manchester City dan lolos dari Liverpool lewat adu penalti, mereka melaju hingga final dan membuat rekor gol dengan menghancurkan Inter Milan 5-0 di partai puncak.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Catatan 14 tahun musim ke musim PSG menjadi juara

Setelah 14 tahun belanja mahal dari musim ke musim, akhirnya PSG menjadi juara


Paris Saint Germain's Qatari president Nasser al-Khelaifi (C) is lifted up as Paris Saint-Germain's players and staff celebrate winning the UEFA Champions League final football match between Paris Saint-Germain (PSG) and Inter Milan in Munich, southern Germany, on May 31, 2025. (Photo by FRANCK FIFE / AFP) (AFP/FRANCK FIFE)