Kupang, NTT (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengharapkan intervensi pemerintah daerah dalam penanganan stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan memantau langsung sampai ke level keluarga.
“Tidak sebatas di tingkat puskesmas, sekarang ini kita pastikan di setiap rumah ada anggota keluarga yang menjadi pendamping langsung yang mencatat perkembangan kesehatan ibu hamil atau menyusui,” kata Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes Maria Endang Sumiwi saat membahas strategi intervensi stunting Provinsi NTT di Kupang, Rabu.
Berdasarkan data paparannya, NTT menjadi provinsi dengan prevalensi balita stunting tertinggi sebesar 37,9 persen pada 2023 dan 37,0 persen pada 2024.
“NTT juga masuk dalam enam besar provinsi yang menyumbang 50 persen kasus stunting di Indonesia, sehingga kita pastikan NTT menjadi prioritas utama, dan karena prevalensi stunting paling tinggi,” katanya.
Untuk itu ia menekankan upaya intervensi langsung ini perlu dilakukan demi memantau secara langsung perkembangan kesehatan ibu hamil dan menyusui serta balita mulai dari level akar rumput.
Ia juga memberikan tiga rekomendasi penanganan stunting melalui langkah intervensi tersebut. Pertama, ketahui setiap ibu hamil dan ikuti. Kedua, ketahui setiap ibu menyusui dan ikuti. Ketiga, ketahui setiap balita dan ikuti.
“Kunci penanganan stunting juga ada dua yakni asupan nutrisi sesuai standar dan pastikan ibu hamil/menyusui jangan sakit,” katanya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa saat ini di NTT sedang dalam gerakan merevitalisasi kader PKK dan posyandu sehubungan dengan penanganan stunting. Karena itu, ia mendorong sinergi para kepala daerah dalam meningkatkan kapasitas para kadernya.
“Para kepala daerah kabupaten/kota yang membutuhkan dukungan teknis, ingin dikunjungi langsung, dan lain-lain itu bisa menghubungi untuk kita dorong upaya intervensi secara bersama-sama,” katanya.